Agen Casino Terbaik - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewacanakan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pakar Hukum Tata Negara, Juanda meminta MPR melakukan referendum atau meminta pendapat rakyat sebelum mengubah UUD 1945.
"Kalau mau ini dilakukan (mengubah UUD 1945) maka direferendum saja untuk rakyat. Apakah rakyat memang setuju perubahan, mau A, B, C, misalnya," kata Juanda di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).
Juanda berharap MPR tak mengambil keputusan secara serampangan. Apalagi mengatasnamakan rakyat namun pada dasarnya tidak mendengar aspirasi rakyat.
"Referendum itu lebih bagus dibanding nanti ujug-ujug, diam-diam MPR katanya sudah menanyakan kepada rakyat. Rakyat yang mana?" ucapnya.
Singgung Pengesahan UU KPK
Guru Besar Hukum Tata Negara IPDN ini kemudian menyinggung pengesahan revisi UU KPK dilakukan DPR beberapa waktu lalu. Dia menyebut, DPR mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan rakyat.
Juanda tidak menginginkan apa yang dilakukan DPR kembali terjadi di MPR dalam mengubah amandemen UUD 1945.
"Dia (DPR) bilang 'oh kami sudah tanyakan kepada akademisi, komponen rakyat anu, tapi kan kita tidak tahu," ujar Juanda.
Dia melanjutkan, rakyat memang tidak memiliki kuasa untuk mengubah UUD 1945. Tapi di sebuah negara yang menjunjung tinggi sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat.
"Referendum ini yang saya tawarkan untuk mengingatkan kepada kawan-kawan MPR supaya kalau bertindak mengambil keputusan benar-benar mengatasnamakan rakyat dan mengakomodir kepentingan rakyat," tutupnya.
Pimpinan MPR Safari ke Parpol dan Sejumlah Lembaga
Wacana amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih menjadi pro dan kontra. Salah satu yang menjadi sorotan adalah usulan perubahan masa jabatan presiden.
Pimpinan MPR melakukan safari dengan mendatangi sejumlah partai untuk menjaring masukan tentang rencana amandemen itu. Poin lain yang diusulkan adalah membuat MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Dengan begitu, MPR memiliki kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pertemuan pimpinan MPR dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (27/11) lalu. Dalam pertemuan antara Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet serta pimpinan lainnya membicarakan wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Di mana pemilihan Presiden kembali dipilih oleh MPR.
"Tentang pemilihan Presiden kembali MPR, itu keputusan munas NU di Kempek, Cirebon 2012. Kiai-kiai sepuh, waktu ada Kiai Sahal pas mah hidup, Kiai Mustofa Bisri, menimbang mudharot dan manfaat, Pilpres langsung itu hight cost, terutama cost sosial," kata Said usai melakukan pertemuan bersama Bamsoet di Kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11).
Ditolak Sejumlah Pihak
Sementara itu banyak pihak yang menolak terkait usulan presiden dipilih oleh MPR. Salah satunya, PKS yang masih berpegang pada sistem pemilihan presiden dipilih langsung oleh rakyat. Dia menyebut sikap tersebut diambil jauh hari dari PBNU memberikan pandangan.
"Jadi sikap PKS jelas, menurut pernyataan Presiden PKS, sekarang ini prioritasnya bukan amandemen, pasal manapun. Kalau demikian, ketentuan undang-undang dasarnya adalah presiden dipilih oleh rakyat," ujar Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).
Partai Demokrat menolak pengembalian mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden kembali oleh MPR. Hal itu dikatakan langsung oleh Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon.
"Sikap Demokrat dengan tegas menolak presiden kembali dipilih oleh MPR ya," kata Jansen dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar