Agen Casino Terbaik - PDIP dan Gerindra setuju dengan wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Langkah strategis tersebut juga memunculkan cikal formasi politik baru, yakni kemesraan kedua partai yang sempat berseberangan di Pilpres 2019.
Meski digagas PDIP, Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy, Endang Tirtana mengatakan, namun amandemen ini direspons cepat Gerindra. Bahkan, partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu terbuka jika pembahasan melebar pada fungsi-fungsi MPR yang lebih luas seperti era Orde Baru.
"Munculnya dua kekuatan politik yang saling bersinergi pasca-Pemilu 2019 lalu, berpotensi kuat mendorong proses amandemen tersebut. PDIP dan Gerindra yang sebelumnya saling berseberangan kini menjalin rekonsiliasi," katanya di Jakarta, Senin (19/8).
Sikap kompak Gerindra dan PDIP memicu spekulasi baru. Selain menguatkan kehendak Gerindra bergabung dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf, juga membuat keduanya seolah sedang menjajaki koalisi untuk 2024.
"Diyakini bahwa kepentingan besar di balik penjajakan koalisi strategis tersebut adalah persiapan menuju gelaran Pemilu 2024 mendatang," jelasnya.
Endang menilai, PDIP sebagai partai paling besar dengan presiden dua periode dianggap ingin memiliki kontrol atas pemerintah melalui MPR. Karena itu, dia mengkhawatirkan, yang muncul adalah amandemen UUD memberi wewenang pada MPR untuk memilih presiden.
"Bukan tidak mungkin bahwa PDIP bertekad untuk melanggengkan posisi sebagai partai penguasa pada 2024. Dalam politik, segala cara dapat ditempuh, termasuk menggolkan gagasan memilih kembali presiden lewat sidang MPR," ujarnya.
Menurut Endang, kedudukan MPR telah jauh menurun sejak rangkaian proses amandemen terhadap UUD 1945. MPR tak lagi punya kekuasaan strategis yang pernah disandang sebelum reformasi, seperti memilih presiden tanpa melalui pemilihan umum secara langsung.
"Publik patut curiga, ada agenda apa di balik kesepakatan politik (dorong amandemen UUD tersebut?" ungkapnya.
Endang mengatakan, para elit parpol berdalih bahwa perjalanan bangsa pasca-reformasi telah kehilangan arah sehingga butuh GBHN. Kemunculan sosok Presiden Jokowi yang gigih melancarkan pembangunan dijadikan bemper akan perlunya GBHN sebagai panduan.
"Amandemen untuk menghidupkan kembali GBHN tak lain adalah kudeta merangkak terhadap capaian demokrasi. Perjuangan berdarah-darah dan korban mahasiswa hendak digadaikan demi empuknya kursi kekuasaan," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar