Agen Casino Terbaik - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan Komisi II DPR RI akan segera memanggil KPU RI pada pekan depan, untuk meminta penjelasan terkait kasus dugaan jual beli pergantian antar waktu (PAW) yang dilakukan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Saan mengatakan Komisi II DPR pada Senin (13/1) akan menggelar Rapat Internal untuk menentukan kepastian menggelar RDP dengan KPU RI.
"Ketika masuk masa sidang pada pekan depan, kami akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPU terkait isu-isu terkini," kata Saan di Jakarta dilansir Antara, Jumat (10/1).
Dia mengatakan kasus yang menimpa Wahyu Setiawan justru mendelegitimasi kelembagaan KPU sebagai penyelenggara pemilu sehingga kepercayaan publik menurun.
Saan menilai publik memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas, kredibel dan yang akan membuat pelembagaan politik Indonesia semakin baik.
"Karena tentu isu yang menimpa ini bisa mendelegitimasi keberadaan KPU dan kita tentu harus meminta keterangan KPU dan memulihkan legitimasi KPU," ujarnya.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menilai, KPU memiliki tanggung jawab dalam menciptakan demokrasi Indonesia lebih sehat dan berkualitas.
Dia mengatakan ajang politik terdekat adalah Pilkada 2020. Sehingga jangan sampai kasus Wahyu Setiawan berimbas pada kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pilkada.
"Jangan sampai masyarakat berpikir, PAW saja bisa seperti ini, apalagi Pilkada. Karena itu Komisi II DPR akan panggil KPU agar delegitimasi KPU tidak terjadi," tandas dia.
Agen Casino Terbaik - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Tjahjo Kumolo menyebut bahwa Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mengintervensi lembaga antirasuah itu.
Menurut Tjahjo, Perpres itu akan mengatur sejumlah hal. Satu di antaranya tentang status pegawai anggota KPK.
"Perpres yang menjadi kewenangan kami, ada rancangan Perpres yang menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM termasuk juga rancangan Perpres yang Kemenpan-RB ajukan kepada Kementerian Keuangan, nantinya tentu akan ada pembahasan, yang penting pemerintah menjamin sesuai dengan koridor UU (KPK), dan koridor kami juga sesuai dengan UU Aparatur Sipil Negara," ujar Tjahjo seperti dilansir dari Antara, Selasa (31/12/2019).
Ia menambahkan, kewenangan di luar koridor yang ditetapkan dalam UU KPK adalah kewenangan yang diberikan kepada pimpinan KPK untuk membuat sendiri aturannya.
Hal yang sama juga diutarakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Ia menegaskan tidak akan ada intervensi Presiden Jokowi terhadap KPK usai Perpres itu diterbitkan.
"Oh, enggak, enggak ada (intervensi) itu," kata dia
Kendati demikian dia tidak menjawab pertanyaan wartawan terkait kapan Perpres itu akan diterbitkan.
Perpres KPK
Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menerbitkan peraturan presiden (perpres) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, perpres itu tengah diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).
"Masih dalam proses di Sekretariat Negara. Saya sudah mengecek dan dalam proses," kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 26 Desember 2019.
Perpres itu nantinya akan mengatur susunan organisasi, tata kerja pimpinan, dan organ pelaksana pimpinan KPK. Kendati begitu, Fadjroel tak mau menjelaskan secara jelas isi dari Perpres KPK yang tengah digodok.
"Akan kita bisa baca lengkap setelah dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah, ditandatangani Presiden Joko Widodo. Kemudian juga dimasukkan dalam lembaran negara," tuturnya.
Selain soal KPK, Jokowi juga tengah menyiapkan Perpres tentang Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Perpres dari Jokowi ini diperlukan lantaran belum ada aturan turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mendasari terbentuknya Dewas sebagai organ baru di tubuh KPK.
Lima anggota Dewas KPK saat juga ini tengah menunggu perpres tersebut terbit. Menko Polhukam Mahfud Md menyebut bahwa perpres soal Dewas KPK sudah siap terbit sehingga bisa langsung bekerja.
Agen Casino Terbaik - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin pemerintah dan penyelenggara pemilu mengevaluasi sistem pemilu. Di akhir tahun ini, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berkaca dari pengalaman petugas KPPS sakit hingga meninggal pada Pemilu Serentak 2019.
"Ke depannya, tragedi banyaknya petugas KPPS yang meninggal dan sakit ini tidak boleh terulang lagi. Pemerintah dan KPU harus mengevaluasi total proses penyelenggaraan Pemilu dari awal hingga akhir," kata Mardani saat menyampaikan refleksi akhir tahun 2019 kepada wartawan, Selasa (31/2).
Kemudian, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus mencari cara dan metode terbaik agar tidak terjadi lagi korban jiwa terhadap petugas KPPS. "Serta terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil, yang dipercaya oleh seluruh rakyat Indonesia," ucapnya.
Dia menambahkan, Pemilu 2019 secara langsung maupun tidak langsung berdampak dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Menurutnya, Pemilu Presiden yang diikuti dua calon pasangan mengakibatkan terjadinya polarisasi dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia berdasarkan dukungan capres.
"Dalam hal dinamika politik ini bagus, namun dalam konteks sosial, para tokoh bangsa harus bisa mengawal dan mendidik masyarakat agar perbedaan pendapat dan afiliasi politik tidak boleh mengakibatkan perpecahan sosial masyarakat," ucap dia.
Meski demikian, Mardani melihat tingginya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang mencapai 81 persen. Angka partisipasi 81 persen pada Pemilu 2019 ini bertambah hampir 10 persen dibanding Pemilu 2014, dan melampaui target nasional KPU yang awalnya mematok angka 77,5 persen partisipasi pemilih.
"Apresiasi untuk KPU dan Bawaslu atas tingginya tingkat partisipasi pemilih di Pemilu 2019 ini," pungkas Mardani.
Pengangguran dan Utang
PKS juga mengingatkan PR pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di tahun depan. Mardani menyebut, pemerintah belum menyelesaikan masalah ekonomi hingga persoalan hukum.
"Survei internal PKS tahun 2019 mengkonfirmasi bahwa lebih dari 50 persen masyarakat merasakan masalah. Masalah utama yang harus segera diselesaikan Pemerintah adalah masalah ekonomi pengangguran, kemiskinan, harga kebutuhan pokok," kata Mardani.
Kemudian, besarnya biaya penyelenggaraan Pemilu, APBN, dan utang negara belum mampu mewujudkan kesejahteraan dan menyelesaikan masalah ekonomi bangsa. Kondisi ini harus menjadi evaluasi dan refleksi utama bagi pemerintah.
"Khususnya Pak Jokowi selaku Presiden, bahwa kepemimpinan dan kekuasaan yang beliau miliki selama 5 tahun kemarin belum mampu memecahkan permasalahan ekonomi rakyat," kata Mardani.
Menurut dia, semakin naiknya harga kebutuhan pokok, listrik, BBM, BPJS, tarif tol, dan biaya hidup lainnya yang dirasakan langsung masyarakat adalah bukti nyata bahwa kinerja Pemerintah belum berhasil memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Ditambah, kata dia, jika melihat indikator ekonomi makro yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen, defisit neraca perdagangan yang sudah terjadi 5 kali dalam 12 bulan di tahun 2019, defisit APBN hingga November 2019 yang mencapai Rp368 triliun.
Lalu, utang negara terus bertambah tinggi yang di akhir November 2019 mencapai Rp4.814,3 triliun. Serta iklim investasi Indonesia yang dinilai oleh Bank Dunia masih berisiko, rumit, dan tidak kompetitif.
"Keseluruhan indikator ekonomi tersebut menunjukkan bahwa buruknya kinerja perekonomian pemerintahan Pak Jokowi selama tahun 2019 ini," ucap Mardani.
Selanjutnya, selain permasalahan ekonomi, permasalahan utama yang dirasakan langsung oleh masyarakat di tahun 2019 ini adalah masalah penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi.
Mardani menyebut, pelemahan KPK, persekusi dan fitnah terhadap tokoh ulama dan tokoh bangsa, terancamnya kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, ketiadaan pembelaan pemerintah terhadap etnis Uighur, serta potensi korupsi Jiwasraya menjadi permasalahan utama yang terjadi di tahun 2019 ini.
"Hal ini terkonfirmasi juga oleh survei internal PKS yang menempatkan masalah penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi menjadi masalah berikutnya yang paling dirasakan dan diinginkan masyarakat untuk diselesaikan selain masalah ekonomi," ucap dia.
Namun ironisnya, kata dia, Jokowi dalam pidato pelantikan sebagai Presiden RI dalam masa jabatan keduanya tidak menyentuh dengan serius permasalahan penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi. Malah di akhir tahun, Jokowi mendukung pelemahan KPK melalui Revisi UU KPK dan juga terkuaknya potensi skandal korupsi Jiwasraya yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara hingga belasan Triliun lebih.
"Jauh lebih besar dari mega skandal korupsi Bank Century yang Rp6,7 Triliun," ucap Mardani.
Dengan refleksi dinamika politik, sosial, ekonomi, hukum, HAM selama tahun 2019 tersebut menunjukkan bahwa sebagai bangsa Indonesia harus lebih bekerja keras dan bekerja cerdas lagi di tahun 2020 mendatang.
"Untuk itulah saya merefeksikan Tahun 2019 sebagai Tahun Kesadaran Kebangsaan dan Kemanusiaan untuk masa depan yang lebih baik," pungkas Mardani.